Budaya Ngopi di Kios Kopi tidak ditemukan di Aceh sampai dengan menjelang akhir Abad ke-19. Seorang orientalis yang menjadi peneliti sosial budaya, Snouck Hurgronye menulis pada buku Aceh Di Mata Kolonialis (Jilid I), pada masa ia meneliti orang-orang Aceh, “Bagi kebanyakan orang biasa di Aceh, air putih adalah hampir satu-satunya minuman, dari waktu ke waktu (sesekali) ia akan minum air tebu, diperas dari batangnya hanya dengan alat yang masih sangat primitif.
Dari keadaan inilah mungkin datangnya istilah “ngon bloe ie teubee” artinya kurang lebih : “uang pembeli air tebu” apabila dimaksudkan adalah memberi upah atau imbalan.
Di Aceh Belanda menemukan sebuah dataran tinggi luas yang dikenal dengan nama Tanah Gayo terletak di jantung wilayah ini, yang berdasarkan riset yang mereka lakukan ternyata sangat cocok untuk ditanami Kopi. Dan dari sinilah keajaiban itu bermula. Di Tanah Gayo, Belanda membangun basis pemerintahannya di Takengon yang terletak tepat di tepi danau Lut Tawar yang permukaannya ada di ketinggian 1250 Mdpl. Belakangan kota ini berkembang menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan dan menjadi kota terbesar di Tanah Gayo.
Perkebunan kopi pertama yang dikembangkan Belanda di daerah yang bernama Belang yang terletak tidak jauh dari Kota ini. Sampai hari ini, daerah ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Tanoh Gayo. Dari Belang Gele, Kopi tersebar ke segala penjuru Tanah Gayo yang berhawa dingin.
Sukses selalu untuk kios kopi
ReplyDeleteSukses selalu untuk kios kopi
ReplyDelete